Selasa, 26 Agustus 2008

Memaklumi

"Pada dasarnya manusia lebih mampu melihat kebaikan yang diberikannya untuk orang lain daripada sesuatu yang orang lain lakukan untuk dirinya."

Sudahkah kamu tampil apa adanya untuk kekasihmu..?


Seorang sahabat bernama Rainer pernah berkata pada saya tentang sebuah siklus tentang sepasang kekasih

  1. Pada awalnya sepasang kekasih baru ini sangat hangat, saling memberi, dan berbagi. "Poko'nya segalanya untukmu Chayankku"
  2. Adapun riak-riak kecil akan mudah teratasi
  3. Lama-lama jenuh merekapun menimbulkan sikap saling egois, asumsinya "selama ini gw udah banyak berkorban buat dia, skarang gantian donk (ga sadar bahwa sebenarnya pasangannyapun telah melakukan yang sepadan, bahkan mungkin lebih)"
  4. Karena merasa telah lebih baik dan lebih banyak memberi maka egopun semakin tinggi, disinilah bibit permasalahan akan timbul.
  5. Mulailah hubungan keduanya renggang dan mencari suatu kebahagiaan yang lain (entah main game, jalan bareng temen-temen (kaya waktu masih jomblo), dll, bahkan mungkin selingkuh)
  6. Bila salah satu tidak menyadari bahwa intinya adalah mau mengalah maka berpisah hampir dipastikan adalah jawabannya
  7. Bila salah satu mampu memperbaharui suasana maka kembali lagi ke No 1

Dari point-point diatas maka saya asumsikan bahwa intinya kecocokan yang ada di awal masa indah itu adalah topeng-topeng yang harus dibuka 1/1. Sedangkan kategori awal itu sendiri tidak ada batasan (bisa dalam hitungan hari, minggu, bulan, bahkan Tahun). Mungkin pada suatu masa kita akan terkejut mengetahui keburukan-keburukan pasangan kita. Seorang teman bernama Doni pernah menanyakan pada saya "Vin, apa u pernah kentut di depan cewe u?". Hal yang sebenarnya simpel tapi tabu buat dilakukan oleh kebanyakan pasangan, itu semua karna kita selalu ingin terlihat sempurna di hadapan pasangan kita. Itu baru 1 contoh, belum lainnya. Sadarkah bahwa sebenarnya pasanganmu adalah kotak kejutan terbesar dalam hidupmu?

Berpikirlah kamu hidup untuknya, maka kamu akan terus memberinya (meski lelah) tanpa meminta. Belajar kesampingkan ego lalu mengalahlah untuk mengajari dia mengalah. Bukankah hidup ini jadi sempurna karena semua saling berpasangan? Begitu pula dengan kebaikan dan keburukan yang akan diimbangi dengan suatu kata yang saya sebut "memaklumi"

Jumat, 22 Agustus 2008

Apakah Cnta Harus Memiliki...?

Kalian pasti pernah mendengar "Cinta ta' harus memiliki" atau "Aku rela melepasmu asal kau bahagia dengannya" serta kalimat lainnya yang serupa

Bagiku itu SALAH. Mungkin kamu sayang dan amat sayang padanya, tapi itu belum sampai pada tahapan cinta. Bagaimana dia bisa tau tentang seluruh cintamu bila dia tidak terus bersamamu? Melepasnya adalah bukti bahwa kamu bisa hidup tanpanya dan itu jadi batas cintamu untuknya.

Jangan paksakan bila itu hanya sekedar rasa sayangmu yang teramat dalam, namun pertahankanlah bila kamu yakin dia cintamu. Cinta akan ada pada seseorang yang kamu tidak bisa hidup tanpanya, maka buat dia juga tidak bisa hidup tanpamu. Sadari bahwa kamu adalah bagian kecil dalam hidupnya, karnanya jadilah dirimu sendiri yang akan selalu dia ingat. Keburukanmu mungkin membuatnya membencimu, tapi yakinkan dia bahwa itulah sesuatu yang akan sangat dia rindukan darimu suatu saat nanti. Buat dia tersenyum dan jadilah yang terindah dari semua yang indah. Semua kekurangannya yang pernah membuatmu sedih dan terluka akan jadi manis nantinya, dan ketika kamu tersenyum.., maka kamu sudah memaafkan, dan itulah yang disebut menerima apa adanya..(setidakya menurutku).

"Karna dia bukanlah manusia sempurna, tapi bagaimana kita memandangnya dengan sempurna"

Bagaimana dengan anda..?

Kamis, 21 Agustus 2008

Kisah Tentang Bahagia

Pada suatu pagi saya melihat seorang yang pastinya biasa dipanggil Bos karna hartanya yang berlimpah. Diantar seorang supir, si Bos terduduk dengan nyaman dalam sebuah sedan mewah. Sesekali si Bos tampak serius mengutak-atik comunicator keluaran terbaru miliknya. Tanpa sadar terbesit dalam pikiran "kapan gw bisa kaya gitu. enak kalo punya uang banyak, mau beli apapun bisa. Kesimpulannya cuma 1, gw harus berusaha". Begitu pikir saya membangkitkan semangat hari itu saat itu.

Sore harinya di hari yang sama, saat itu hari mendung tanpa hujan. Ditemani udara yang bertiup sepoi-sepoi (jarang banget Jakarta kaya gitu), saya melintasi sederetan rumah kontrakan. Dari sekian banyak aktifitas yang ada, pandangan saya tercuri oleh sepasang suami-istri (saya tebak umurnya sekitar 40th awal). Si suami terlihat kumal, bertelanjang dada, dan hanya mengenakan celana pendek, sementara sang istri tampak seperti baru selesai mandi, sungguh anggun mengenakan daster warna kuning dengan motif bunga. Sambil duduk di lantai teras yang sempit itu mereka bercanda dengan sesekali saling melempar senyum, malaikat kecil merekapun tampak bahagia berlarian di tanah lapang yang ada di depan kontrakan tersebut. Segelas teh yang terus mendingin jadi saksi kebahagiaan mereka sore itu.

Jadi teringat si Bos yang tadi pagi. Dengan uangnya si Bos bisa beli apa saja yang dia mau, bisa bahagiakan istrinya dengan uang belanja yang teramat sangat wah, bisa belikan anaknya mainan terbaru ataupun mobil mewah, bahkan kadang mereka sekeluarga pasti makan bersama di restoran, atau bahkan jalan-jalan ke luar negri bersama. Semua itu jelas tidak bisa didapat oleh keluarga yang tinggal di kontrakan tadi. Tapi sempatkah si Bos menyaksikan anaknya tumbuh besar, setidaknya mendengarkan curhatan kecilnya 1x sehari? Disela-sela kesibukan meeting di restoran hotel bintang 5 mungkinkah si Bos menengguk teh hambar di sore hari, yang dibuatkan istrinya dengan penuh kasih sayang?

Kesimpulannya setiap individu punya cara masing-masing untuk menemukan kebahagiaannya. Seperti keluarga di kontrakan tadi, mereka bisa bahagia mungkin karena mereka mensyukuri apa yang didapat hari ini. Mungkin satu sisi mereka menangis ketika semua harga melambung tinggi. Keluarga si Bos yang sangat berkecukupanpun mungkin secara materi mereka tidak ada masalah, namun bagaimana pusingnya si Bos memikirkan jumlah hartanya yang harus terus dia kumpulkan untuk membahagiakan keluarganya. Untuk anak dan istri si Bos mungkin kehilangan figur pembimbing, karena kini rumah mewah mereka hanya jadi ruang transit buat si Bos (seorang ayah dan suami yang harusnya tidak hanya jadi contoh, namun juga jadi pembimbing).

Kebanyakan dari kita adalah memusingkan harta untuk suatu kebahagiaan seperti si Bos, tapi masih menangis ketika semua harga naik. Jadi sebenarnya kita dalam posisi yang mengambil kerugian keduanya. Setidaknya ada 4 pertanyaan dari saya yang mungkin bisa dijadikan acuan untuk memulai memetakan tujuan kebahagiaan hidup yang baru
  1. Apakah bahagia itu datang karna kita memiliki harta yang berlimpah?
  2. Atau kebahagiaan itu karena kita bisa mensyukuri keterbatasan kita?
  3. Mungkinkah kita dapat keduanya?
  4. Atau memang salah 1 harus kita korbankan sebagai konsekwensi?
Coba pejamkan mata, tarik nafas yang dalam, dan rileks. Bayangkan 2 keadaan di atas dan temukan jawabannya dalam dirimu