"Pada dasarnya manusia lebih mampu melihat kebaikan yang diberikannya untuk orang lain daripada sesuatu yang orang lain lakukan untuk dirinya."
Sudahkah kamu tampil apa adanya untuk kekasihmu..?
Seorang sahabat bernama Rainer pernah berkata pada saya tentang sebuah siklus tentang sepasang kekasih
- Pada awalnya sepasang kekasih baru ini sangat hangat, saling memberi, dan berbagi. "Poko'nya segalanya untukmu Chayankku"
- Adapun riak-riak kecil akan mudah teratasi
- Lama-lama jenuh merekapun menimbulkan sikap saling egois, asumsinya "selama ini gw udah banyak berkorban buat dia, skarang gantian donk (ga sadar bahwa sebenarnya pasangannyapun telah melakukan yang sepadan, bahkan mungkin lebih)"
- Karena merasa telah lebih baik dan lebih banyak memberi maka egopun semakin tinggi, disinilah bibit permasalahan akan timbul.
- Mulailah hubungan keduanya renggang dan mencari suatu kebahagiaan yang lain (entah main game, jalan bareng temen-temen (kaya waktu masih jomblo), dll, bahkan mungkin selingkuh)
- Bila salah satu tidak menyadari bahwa intinya adalah mau mengalah maka berpisah hampir dipastikan adalah jawabannya
- Bila salah satu mampu memperbaharui suasana maka kembali lagi ke No 1
Dari point-point diatas maka saya asumsikan bahwa intinya kecocokan yang ada di awal masa indah itu adalah topeng-topeng yang harus dibuka 1/1. Sedangkan kategori awal itu sendiri tidak ada batasan (bisa dalam hitungan hari, minggu, bulan, bahkan Tahun). Mungkin pada suatu masa kita akan terkejut mengetahui keburukan-keburukan pasangan kita. Seorang teman bernama Doni pernah menanyakan pada saya "Vin, apa u pernah kentut di depan cewe u?". Hal yang sebenarnya simpel tapi tabu buat dilakukan oleh kebanyakan pasangan, itu semua karna kita selalu ingin terlihat sempurna di hadapan pasangan kita. Itu baru 1 contoh, belum lainnya. Sadarkah bahwa sebenarnya pasanganmu adalah kotak kejutan terbesar dalam hidupmu?
Berpikirlah kamu hidup untuknya, maka kamu akan terus memberinya (meski lelah) tanpa meminta. Belajar kesampingkan ego lalu mengalahlah untuk mengajari dia mengalah. Bukankah hidup ini jadi sempurna karena semua saling berpasangan? Begitu pula dengan kebaikan dan keburukan yang akan diimbangi dengan suatu kata yang saya sebut "memaklumi"